“Ketika diminta ibu pulang, saya sudah bekerja sebagai karyawan dengan gaji cukup lumayan. Tapi setelah saya pikir ada benarnya juga, karena sayang, ayah sudah membangun pabrik dengan susah payah, sementara setelah beliau meninggal dibiarkan vakum begitu saja,” kata Andris. Padahal ketika dipegang sang ayah, beras Garut sempat mengalami kejayaan dan bisa mengirimkan beras hingga 57 ton per hari ke Jakarta.
Tak ingin usaha keluarga itu berhenti begitu saja, sebagai anak bungsu dari lima bersaudara, Andris pun membulatkan tekadnya untuk pulang ke kampung halaman dan meneruskan usaha penggilingan beras yang sudah dirintis sang ayah. Dengan latar belakang lulusan Diploma III Politeknik Institut Teknologi Bandung jurusan Teknik Energi, tentu tak mudah bagi Andris untuk banting stir menjadi penjual beras.