Senin, 22 September 2014

Pendidikan Pendamping Bisnis Mikro

Saat ini jumlah pengusaha usaha mikro tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan jumlah populasi penduduk di Indonesia. Demikian juga jumlah pendamping usaha mikro juga terbatas, tidak sebanding dengan jumlah usaha yang harus didampingi. Dengan asumsi 1 pendamping melayani 100 usaha, maka dibutuhkan 550 ribu pendamping. Jumlah pendamping saat ini masih berkisar di angka 10 ribu. Sangat jauh dari rasio ideal. Keadaan ini tentu berkontribusi pada kuantitas dan kualitas usaha mikro yang ada di Indonesia. Peran pendamping usaha mikro menjadi cukup penting untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas usaha mikro. Kajian tentang pendamping usaha mikro saat ini merupakan kebutuhan mendesak yang harus dilakukan oleh lembaga-lembaga social entrepreneur, sehingga kita mempunyai rumusan yang jelas tentang pendamping usaha mikro itu sendiri. 

Seorang pendamping secara umum memiliki tugas untuk mendampingi dan memberdayakan sasaran program. Dalam konteks pendampingan usaha mikro, maka yang menjadi sasaran program adalah para pengusaha mikro. Pemberdayaan dilakukan dengan menggerakkan potensi untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kegiatan utama dalam pendampingan adalah berdialog/berdiskusi dengan sasaran program. Dalam kegiatan dialog/diskusi ini, pelaku usaha dan pendamping mengidentifikasi masalah, menganalisa, dan kemudian merencanakan sesuatu kegiatan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. 

Rabu, 21 Mei 2014

Pendidikan Indonesia Berada di Zona Merah

“Pendidikan adalah senjata paling kuat yang bisa Anda gunakan untuk mengubah dunia...” (Nelson Mandela)

Ibarat tubuh, agar tahan terhadap berbagai macam penyakit, haruslah daya imunitasnya ditingkatkan, satu di antara upayanya adalah melalui vaksinasi. Dalam perspektif sosial kemasyarakatan ada tiga penyakit sosial yang sangat besar dampak negatifnya, yaitu: (i) kemiskinan; (ii) ketidaktahuan; dan (iii) keterbelakangan beradaban. Bagaimana caranya menaikkan daya tahan (imunitas) sosial agar terhindar dari ketiga macam penyakit tersebut? Jawabannya adalah pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan dapat menjadi vaksin sosial.

Selain sebagai vaksin sosial, pendidikan juga merupakan elevator sosial untuk dapat meningkatkan status sosial. Kita memerlukan vaksin dan elevator sosial itu sehingga kita terhindari dari tiga penyakit tersebut dan sekaligus mampu meningkatkan status sosial. Pendidikan merupakan jawaban terhadap tantangan, persoalan, dan harapan seluruh masyarakat dalam menyiapkan generasi yang lebih baik. Layanan pendidikan haruslah dapat menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan prinsip pendidikan untuk semua (Education for All) tanpa membedakan asal-usul, status sosial, ekonomi, dan kewilayahan.

Selasa, 13 Mei 2014

Sudah Ramahkah Sekolah Anak Anda?

Anak adalah kehidupan,
mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu,
walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu.
Curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu,
karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.

Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya, karena
jiwanya milik masa mendatang, yang tak bisa kau datangi
bahkan dalam mimpi sekalipun.

Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah
menuntut mereka jadi seperti sepertimu.
Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan
tidak tenggelam di masa lampau.
........................................................................................................


Sekolah Ramah Anak, Sekolah KehidupanSepenggal kutipan di atas adalah salah satu karya Kahlil Gibran berjudul “Anakmu Bukan Anakmu” yang cukup menyentil relung sanubari kita, baik yang menyandang status orang tua maupun sebagai seorang pendidik. Kutipan tersebut seakan ingin meneguhkan kembali bahwa peran kita dalam proses perkembangan seorang anak hanyalah sebagai pemegang amanah Tuhan YME semata. Di dalam kontek ini peran orang tua dan guru secara universal hanya ada dua yaitu membantu (guide) dan mengarahkan (direct). Siapa pun tidak berhak ‘mengotori’ pikiran dan jiwa anak, karena mereka mempunyai hak penuh atas pemikiran dan perkembangan jiwa bagi masa depannya sendiri. Anak-anak selama proses tumbuh kembangnya, mempunyai perkembangan yang tidak statis, melainkan dinamis. Sehingga, proses pendidikan dan pengembangan yang akan diberikan kepada mereka haruslah disesuaikan dengan keadaan kejiwaan masing-masing pada masa perkembangannya.