Senin, 17 Oktober 2016

Anggaran Desa yang Responsif Gender, Mungkinkah?

Untuk menganalisa dokumen desa, menurut Pak Sunarjo (Pegiat IDEA Yogyakarta), seseorang harus tahu dan paham kondisi desa yang sebenarnya. "Sehingga kita tahu mengapa program dan kegiatan ini bisa muncul di APBDes. Karena setiap rencana pembangunan desa dimulai dari musyawarah dusun dan musyawarah desa," terangnya dalam diskusi.

"Misalnya mau menganalisa APBDes yang berperspektif kelompok rentan, tentu kita harus tahu jumlah dan jenis kelompok rentan yang ada di desa tersebut," imbuhnya dalam In House Training (IHT) di YSKK Surakarta, Selasa (11/10) lalu. IHT yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas badan pelaksana YSKK ini membahas tentang bagaimana membaca dan menganalisa dokumen desa yang responsif gender. Kegiatan dilaksanakan selama sehari penuh di Kantor YSKK, Kartosuro, Sukoharjo.

Pak Narjo menjelaskan ada tiga aspek atau hal yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menganalisa dokumen desa yakni afirmatif, mainstream dan khusus. "Afirmatif itu sasaran langsung dari suatu program atau kegiatan bukan kelompok rentan (termasuk perempuan), tapi manfaatnya bisa dirasakan oleh kelompok rentan. Jadi ada perantara begitu," ujarnya.

ARG Kunci Keberhasilan Pembangunan

Di Indonesia, masih terdapat berbagai permasalahan pemberdayaan perempuan dalam berbagai bentuk, misalkan: diskriminasi terhadap perempuan dan laki-laki, kesenjangan partisipasi politik, rendahnya kualitas hidup perempuan dan anak, maupun kesenjangan pemanfaatan hasil pembangunan antara perempuan dan laki-laki. Bahkan ketimpangan ini terjadi hampir di seluruh level, dari tingkat nasional hingga ke pelosok desa. Untuk itulah, sebagai salah satu upaya untuk menurunkan dan mengantisipasinya, pada sisi perencanaan anggaran dilakukan melalui anggaran yang responsif gender.

Anggaran Responsif Gender (ARG) adalah anggaran yang mengakomodir keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mengontrol sumber-sumber daya, serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam menikmati hasil pembangunan. Penerapan ARG merupakan strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan.

ARG bukan fokus pada penyediaan anggaran pengarusutamaan gender, tapi lebih kepada mewujudkan keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya, serta mewujudkan kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan. 


ARG bukanlah memisahkan anggaran untuk laki-laki dan perempuan, atau harus tersedia alokasi dana 50% laki-laki dan 50% perempuan untuk setiap kegiatan. Bukan berarti pula bahwa alokasi ARG berada dalam program khusus pemberdayaan perempuan. Karena terkadang tidak semua program/kegiatan/output perlu mendapat koreksi agar menjadi responsif gender, ada juga yang memang harus netral gender.

Terpenting adalah bagaimana mendorong desa untuk mampu menerapkan anggararan desa yang responsif gender. Perlu dukungan dari semua pihak terkait, Pemerintah (Dinas/SKPD), Swasta, Akademisi/Universitas, dan LSM/NGO untuk memperkuat kapasitas aparatur dan masyarakat desa dalam mewujudkannya. Yuk, bergerak! (IS)


Sumber: FB YSKK dan Materi IHT 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar