"Misalnya mau menganalisa APBDes yang berperspektif kelompok rentan, tentu kita harus tahu jumlah dan jenis kelompok rentan yang ada di desa tersebut," imbuhnya dalam In House Training (IHT) di YSKK Surakarta, Selasa (11/10) lalu. IHT yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas badan pelaksana YSKK ini membahas tentang bagaimana membaca dan menganalisa dokumen desa yang responsif gender. Kegiatan dilaksanakan selama sehari penuh di Kantor YSKK, Kartosuro, Sukoharjo.
Pak Narjo menjelaskan ada tiga aspek atau hal yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menganalisa dokumen desa yakni afirmatif, mainstream dan khusus. "Afirmatif itu sasaran langsung dari suatu program atau kegiatan bukan kelompok rentan (termasuk perempuan), tapi manfaatnya bisa dirasakan oleh kelompok rentan. Jadi ada perantara begitu," ujarnya.
ARG Kunci Keberhasilan Pembangunan

Anggaran Responsif Gender (ARG) adalah anggaran yang mengakomodir keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mengontrol sumber-sumber daya, serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam menikmati hasil pembangunan. Penerapan ARG merupakan strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan.
ARG bukan fokus pada penyediaan anggaran pengarusutamaan gender, tapi lebih kepada mewujudkan keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber-sumber daya, serta mewujudkan kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan.
ARG bukanlah memisahkan anggaran untuk laki-laki dan perempuan, atau harus tersedia alokasi dana 50% laki-laki dan 50% perempuan untuk setiap kegiatan. Bukan berarti pula bahwa alokasi ARG berada dalam program khusus pemberdayaan perempuan. Karena terkadang tidak semua program/kegiatan/output perlu mendapat koreksi agar menjadi responsif gender, ada juga yang memang harus netral gender.
Terpenting adalah bagaimana mendorong desa untuk mampu menerapkan anggararan desa yang responsif gender. Perlu dukungan dari semua pihak terkait, Pemerintah (Dinas/SKPD), Swasta, Akademisi/Universitas, dan LSM/NGO untuk memperkuat kapasitas aparatur dan masyarakat desa dalam mewujudkannya. Yuk, bergerak! (IS)
Sumber: FB YSKK dan Materi IHT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar