Warga Nguter turun temurun mewarisi resep dan cara membuat jamu tradisional. Dulu awalnya mereka menggendong botol-botol jamu dan menjajakannya berkeliling. Tak hanya di sekitar Desa Nguter, para penjual jamu gendong tersebut banyak yang akhirnya melancong ke kota besar, mengadu nasib sebagai penjual jamu.
Beda zaman, beda kemasan. Saat ini terdapat ratusan warga yang masih eksis menjual jamu. Mereka tak hanya dari Desa Nguter, tetapi juga desa sekitar seperti Desa Dukuh, Kepuh, dan Daleman. Bila dulu kebanyakan jalan kaki berjualan, kini para penjual jamu keliling mulai menggunakan sepeda kayuh dan sepeda motor.
Salah satu penjual jamu asli warga Nguter adalah Pariyem. Sudah 35 tahun ia berjualan jamu mulai dari jamu gendong hingga kini ia menggunakan sepeda motor. “Ya enak sekarang, sudah pakai motor, tidak capek dan bisa keliling sampai jauh Mas. Jam 3 pagi sudah produksi, jam 6 keliling, kini jam 12 sudah habis,” ungkapnya.
Penanda Desa Jamu
Selain jamu keliling, warga juga berjualan jamu di kios Pasar Jamu Nguter. Ada ratusan pedagang yang membuka kios dari pagi hingga sore hari. Mereka menjual jamu kemasan, bahan-bahan membuat jamu atau empon-empon, hingga perlengkapan jamu seperti botol, gelas, rak dan lainnya.
Pasar Jamu Nguter awalnya merupakan pasar tradisional. Namun karena mayoritas komoditasnya jamu, maka 2015 silam Pasar Nguter diresmikan sebagai Pasar Jamu Nguter dibarengi dengan selesainya revitalisasi di sejumlah titik pasar. Pasar Jamu Nguter menjadi penanda adanya desa jamu di perbatasan Sukoharjo.
Selain pasar, predikat Desa Jamu Nguter ditandai dengan berkembangnya produsen jamu hingga skala pabrik. Sedikitnya ada lima produsen besar di Kecamatan Nguter seperti Sabdo Palon, Gujati, Bisma Sehat dan lainnya. Pabrik-pabrik tersebut memproduksi berbagai jamu kemasan dengan resep peninggalan nenek moyang.
Dari pabrik-pabrik jamu, produk jamu Desa Nguter sampai ke seluruh negeri. Setali tiga uang, predikat Nguter sebagai desa jamu membuat nama mereka lebih terpercaya. “Berkat ibu-ibu jamu gendong yang pergi ke kota besar, nama Desa Nguter terkenal sebagai desa jamu. Nama Kabupaten pun terangkat. Ini semua juga andil dari Pemkab dan Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) Sukoharjo,” ungkap Gandung Toni Hartono, Kepala Desa Nguter.
Menurut Gandung, Pemkab dan KOJAI Sukoharjo terus melakukan pendampingan produsen jamu di desanya. Mulai dari produsen skala kecil, menengah atau berbasis rumahan, hingga skala massal atau pabrik. Sinergi itulah yang disebut Gandung mampu mengembangkan Desa Jamu Nguter.
Rantai Ekonomi
Bila dijabarkan, terdapat berbagai jenis usaha jamu di Nguter yang membentuk rantai ekonomi. Bahkan keberadaan Desa Jamu Nguter meningkatkan permintaan petani rempah di Kabupaten Wonogiri. Letak geografis Nguter yang dekat dengan Wonogiri membuat petani di kabupaten tersebut turut terkena limpahan rezeki.
Hampir seluruh produsen jamu di Nguter mengambil bahan rempah dari petani Wonogiri. Bahan seperti jahe, kunir, kunyit, kencur, temulawak, didatangkan ke Pasar Jamu Nguter maupun langsung ke produsen jamu rumahan dan pabrik. Ada yang diolah menjadi jamu segar, jamu kemasan, ada pula yang dijual mentah di Pasar Jamu.
Jamu segar seperti beras kencur dan kunir asam diedarkan ke berbagai daerah bahkan ke luar kabupaten. Sementara dari pabrik, jamu kemasan diedarkan ke seluruh penjuru negeri. Pasar Jamu Nguter pun menjadi pasar grosir bagi pedagang jamu lain di luar daerah Sukoharjo.
Rantai industri jamu Desa Nguter semakin hari semakin meluas. Jamu menjadi cahaya kehidupan bagi ratusan warga Kecamatan Nguter dan ratusan bahkan ribuan warga lain se-Indonesia. Melalui minuman tradisional bernama jamu, warga Nguter berharap dapat memberikan kehidupan yang sehat dan mapan bagi keluarga serta para konsumennya.
Oleh: Tim Liputan BisnisUKM (Rizki B.P), Kontributor BisnisUKM.com wilayah Solo Raya
Sumber: BisnisUKM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar