Gambaran di atas diungkapkan dalam data statistik yang dikeluarkan oleh BPS secara umum memperlihatkan bahwa di sektor lapangan pekerjaan utama (primer) di pedesaan, keterlibatan perempuan bukanlah beban atau hambatan dalam pembangunan, melainkan justru menjadi salah satu potensi dan asset dalam pembangunan. Bahkan dari 46 juta usaha mikro, kecil dan menengah, diketahui bahwa 60% pengelolanya dilakukan oleh kaum perempuan. Dengan jumlah yang cukup banyak ini, peran perempuan pengusaha menjadi cukup besar bagi ketahanan ekonomi, karena mampu menciptakan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah serta mengatasi masalah kemiskinan. Oleh sebab itu, mereka perlu dikuatkan usahanya dengan cara berkelompok yang kemudian kelompok-kelompok tersebut didorong untuk membentuk sebuah jaringan.
Namun, pada kenyataannya, setelah jaringan perempuan usaha kecil tersebut terbentuk tidak lantas membuat kondisi ekonomi mereka menguat. Banyak sekali faktor yang menghambat mereka untuk dapat mengakses kebutuhan praktis dan strategis mereka, baik faktor internal maupun eksternal. Sejak menjamurnya pasar modern di seluruh pelosok negeri, maka posisi pelaku usaha kecil khususnya perempuan usaha kecil pun semakin tergerus. Kurangnya proteksi dari pemerintah terhadap pelaku usaha kecil di segala aspek, mulai dari akses permodalan hingga marjinalisasi terhadap keberadaan mereka, membuat posisi tawar perempuan usaha kecil (PUK) saat ini semakin lemah. Oleh karena itu, diperlukan Pembentukan Jejaring bagi Perempuan Usaha Kecil di tingkat Kabupaten.
Peran dan Hambatan Usaha Perempuan
Partisipasi perempuan di sektor ekonomi diakui telah membawa kontribusi yang besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Bahkan kekuatan 60% perempuan di sektor ekonomi kecil dan mikro mampu menyelamatkan negara dari lubang kebangkrutan. Namun sampai saat ini, partisipasi mereka masih belum mendapatkan perhatian yang memadai.
Hal tersebut dapat dilihat dari statistik dimana dari indikator komposit lndeks Pemberdayaan Gender (lPG), sumbangan pendapatan perempuan baru mencapai 34,55%. oleh karena indikator tersebut disetarakan dengan pekerjaan upahan. Sementara itu, perempuan yang bergerak di sektor ekonomi mikro kecil masih mengelola usahanya dengan cara tradisional sehingga tidak mampu menghitung keuntungan untuk disetarakan dengan upah pada pekerja formal. ltu menunjukkan secara statistik usaha perempuan tidak tampak.
Persoalan lain yang dihadapi perempuan di sektor ekonomi mikro adalah kurangnya akses informasi dan pasar, masih terbatasnya akses permodalan bagi perempuan, kurangnya SDM perempuan, kurangnya penataan kelembagaan dan jaringan, serta kurangnya sensitifitas gender dikalangan masyarakat. Selama ini, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah baru sebatas meningkatkan ketrampilan, pemberian modal, akses pasar tetapi persoalan lain belum tersentuh, persoalan lain yang dihadapi perempuan di sektor ekonomi mikro adalah model pendekatan program pengentasan kemiskinan lebih banyak terpaku pada forum-forum formal, pengelolaan program belum mengintegrasikan pendidikan, kesehatan dan politik dan ekonomi. Masing-masing SKPD berjalan sendiri-sendiri, tidak ada sinergisitas dengan stakeholder di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, maupun provinsi.
Sinergitas Pendampingan dan Penguatan
Berkenaan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK) melakukan sebuah upaya untuk mengadvokasi Pemerintah Kabupaten melalui SKPD Pemberdayaan Perempuan untuk mendukung peningkatan Kapasitas Perempuan di tingkat paling bawah (desa) dalam rangka ikut mendukung terwujudnya visi Gubernur Jawa Tengah 2013 - 2019, yaitu Membangun Desa Mandiri. Dan juga ikut mendorong program dan kebijakan yang responsif gender di desa agar Pembangunan Responsif Gender merata di semua wilayah di Jawa Tengah.
Program ini bertujuan untuk memampukan perempuan dan lingkungannya (suami dan anak) dalam menjalani kehidupan ditengah-tengah masyarakat, mampu menganalisa dan mengkritisi realitas sosial yang timpang dan mengupayakan perubahan yang kondusif bagi pemberdayaan perempuan. Program ini menjadi bagian besar program peningkatan kualitas hidup perempuan (PKHP), Perlindungan Perempuan dan Pengarusutamaan Gender yang diintegrasikan dalam Program Penanggulangan Kemiskinan secara berjenjang mulai dari komunitas, pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi.
Program ini mencoba mengintegrasikan konsep pendidikan berkelanjutan yang memadukan komunitas dan sistem pembangunan yang ada di setiap tingkatan dan struktur pemerintahan. Selain itu juga sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas perempuan-perempuan usaha kecil serta menginisiasi jaringan yang peduli terhadap isu perempuan dan pengembangan ekonomi mikro dalam menghadapi persaingan ekonomi global ke depannya. Sinergitas peran antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil (NGO) dalam melakukan upaya pendampingan dan penguatan perlu mendapatkan dukungan dari berbagai stakeholder terkait lainnya, terutama kalangan swasta. Dengan begitu, akan semakin bermunculan pengusaha-pengusaha perempuan yang sukses dan siap menopang perekonomian bangsa di masa mendatang. (IS)
Ditulis oleh: Iwan Setiyoko
Fasilitator Program PPEP & Anggota KEW ASPPUK Jawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar