Saat
ini jumlah pengusaha usaha mikro tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan
jumlah populasi
penduduk di Indonesia. Demikian juga jumlah pendamping usaha mikro juga
terbatas, tidak sebanding dengan jumlah usaha yang harus didampingi. Dengan
asumsi 1 pendamping melayani 100 usaha, maka dibutuhkan 550 ribu pendamping.
Jumlah pendamping saat ini masih berkisar di angka 10 ribu. Sangat jauh dari
rasio ideal. Keadaan ini tentu berkontribusi pada kuantitas dan kualitas usaha
mikro yang ada di Indonesia. Peran pendamping usaha mikro menjadi cukup penting
untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas usaha mikro. Kajian tentang
pendamping usaha mikro saat ini merupakan kebutuhan mendesak yang harus
dilakukan oleh lembaga-lembaga social
entrepreneur, sehingga kita mempunyai rumusan yang jelas tentang pendamping
usaha mikro itu sendiri.
Seorang
pendamping secara umum memiliki tugas untuk mendampingi dan memberdayakan
sasaran program. Dalam konteks pendampingan usaha mikro, maka
yang menjadi sasaran program adalah para pengusaha mikro. Pemberdayaan
dilakukan dengan menggerakkan potensi untuk mengatasi permasalahan yang mereka
hadapi. Kegiatan utama dalam pendampingan adalah berdialog/berdiskusi dengan
sasaran program. Dalam kegiatan dialog/diskusi ini, pelaku usaha dan pendamping
mengidentifikasi masalah, menganalisa, dan kemudian merencanakan sesuatu kegiatan sebagai
solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Senin, 22 September 2014
Rabu, 21 Mei 2014
Pendidikan Indonesia Berada di Zona Merah
“Pendidikan adalah senjata paling kuat yang bisa Anda gunakan untuk mengubah dunia...” (Nelson Mandela)
Selain sebagai vaksin sosial, pendidikan juga merupakan elevator sosial untuk dapat meningkatkan status sosial. Kita memerlukan vaksin dan elevator sosial itu sehingga kita terhindari dari tiga penyakit tersebut dan sekaligus mampu meningkatkan status sosial. Pendidikan merupakan jawaban terhadap tantangan, persoalan, dan harapan seluruh masyarakat dalam menyiapkan generasi yang lebih baik. Layanan pendidikan haruslah dapat menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan prinsip pendidikan untuk semua (Education for All) tanpa membedakan asal-usul, status sosial, ekonomi, dan kewilayahan.
Selasa, 13 Mei 2014
Sudah Ramahkah Sekolah Anak Anda?
Anak adalah kehidupan,
mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu,
walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu.
Curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu,
karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.
Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah
menuntut mereka jadi seperti sepertimu.
Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan
tidak tenggelam di masa lampau.
........................................................................................................
Sepenggal kutipan di atas adalah salah satu karya Kahlil Gibran berjudul “Anakmu Bukan Anakmu” yang cukup menyentil relung sanubari kita, baik yang menyandang status orang tua maupun sebagai seorang pendidik. Kutipan tersebut seakan ingin meneguhkan kembali bahwa peran kita dalam proses perkembangan seorang anak hanyalah sebagai pemegang amanah Tuhan YME semata. Di dalam kontek ini peran orang tua dan guru secara universal hanya ada dua yaitu membantu (guide) dan mengarahkan (direct). Siapa pun tidak berhak ‘mengotori’ pikiran dan jiwa anak, karena mereka mempunyai hak penuh atas pemikiran dan perkembangan jiwa bagi masa depannya sendiri. Anak-anak selama proses tumbuh kembangnya, mempunyai perkembangan yang tidak statis, melainkan dinamis. Sehingga, proses pendidikan dan pengembangan yang akan diberikan kepada mereka haruslah disesuaikan dengan keadaan kejiwaan masing-masing pada masa perkembangannya.
mereka sekedar lahir melaluimu tetapi bukan berasal darimu,
walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu.
Curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu,
karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.
Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya, karena
jiwanya milik masa mendatang, yang tak bisa kau datangi
bahkan dalam mimpi sekalipun.
menuntut mereka jadi seperti sepertimu.
Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan
tidak tenggelam di masa lampau.
........................................................................................................
Sepenggal kutipan di atas adalah salah satu karya Kahlil Gibran berjudul “Anakmu Bukan Anakmu” yang cukup menyentil relung sanubari kita, baik yang menyandang status orang tua maupun sebagai seorang pendidik. Kutipan tersebut seakan ingin meneguhkan kembali bahwa peran kita dalam proses perkembangan seorang anak hanyalah sebagai pemegang amanah Tuhan YME semata. Di dalam kontek ini peran orang tua dan guru secara universal hanya ada dua yaitu membantu (guide) dan mengarahkan (direct). Siapa pun tidak berhak ‘mengotori’ pikiran dan jiwa anak, karena mereka mempunyai hak penuh atas pemikiran dan perkembangan jiwa bagi masa depannya sendiri. Anak-anak selama proses tumbuh kembangnya, mempunyai perkembangan yang tidak statis, melainkan dinamis. Sehingga, proses pendidikan dan pengembangan yang akan diberikan kepada mereka haruslah disesuaikan dengan keadaan kejiwaan masing-masing pada masa perkembangannya.
Langganan:
Postingan (Atom)