Perekonomian desa diharapkan dapat terus berkembang dengan pengesahan UU Desa ini. Pusat-pusat ekonomi baru berbasis desa diyakini dapat turut meningkatkan taraf hidup masyarakat desa dan mendongkrak perekonomian nasional ke depannya. Selain itu, kehadiran UU Desa diharapkan dapat meminimalisir berbagai permasalahan yang sering muncul, misalnya: kelangkaan pasokan barang, pengangguran, dan tingginya arus urbanisasi. Harapannya, setiap desa dapat mengembangkan produk-produk berbasis potensi lokal, sehingga harga-harga komoditas akan dapat dikendalikan. Hal lain yang penting dari UU Desa ini adalah mendorong desa-desa berbasis agraris menuju industri berbasis desa, salah satuya dengan membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun yang terpenting, proses transformasi menuju ‘industrialisasi desa’ tidak boleh menghancurkan lingkungan dan kearifan lokal yang dimiliki oleh desa.
Pelibatan seluruh stakeholder desa
Besarnya anggaran yang akan dikelola oleh desa menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) pelaksana yang kompeten, dalam konteks ini adalah struktur penyelenggara pemerintahan desa. Selain itu perlu adanya keterlibatan aktif masyarakat dalam proses perencanaan, implementasi, dan kontrol terhadap pengelolaan anggaran desa tersebut. Penggunaan anggaran desa nantinya harus diputuskan dalam musyawarah pembangunan desa, di mana komponennya terdiri dari pemerintah desa, lembaga-lembaga desa yang ada, BPD (Badan Perwakilan Desa), RT, RW, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda, serta didampingi oleh penyuluh dari pemerintahan kabupaten.
Beberapa substansi pasal dari pemberlakuan UU Desa yang mengakomodir dan bisa menjadi dasar untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan pemerintahan desa, di antaranya:
- Pasal 4 ayat f yang menyebutkan bahwa tujuan pengaturan pembangunan desa adalah meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum.
- Pasal 7 tentang penataan desa, ayat 3 point c tentang upaya untuk mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik.
- Pasal 8 tentang pembentukan desa, ayat 3 point e tentang sumber daya desa, dan point g tentang sarana dan pra sarana pelayanan publik.
- Pasal 24 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan asas: keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Dalam Pasal 72 disebutkan bahwa pendapatan desa bersumber dari pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa. Selain itu, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; dan alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Di samping itu, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi dan APBD kabupaten/kota; hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan lain-lain pendapatan desa yang sah.
Adapun besaran alokasi anggaran untuk desa bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan yang diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota paling sedikit 10 persen dari pajak dan retribusi daerah. Alokasi dana desa paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK).
Demikian besarnya penggelontoran dana tersebut ke desa-desa, sehingga perlu adanya sistem pengawasan yang efektif agar desa-desa tidak didera berbagai permasalahan pengelolaan keuangan sama seperti pemerintah daerah selama ini, pasca implementasi otonomi daerah. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan banyaknya penyimpangan yang berakhir dengan skandal suap dan korupsi kepala daerah. Perlu diantisipasi kemungkinan penyimpangan yang bakal terjadi dalam sistem pengelolaan anggaran desa secara transparan dan akuntabel.
Kebijakan pemberian dana ke desa-desa tak serta-merta akan mendorong pembangunan desa bila tak disertai dengan pendampingan dan pengawasan yang cukup dari jenjang pemerintah di atasnya. Tak ketinggalan peran masyarakat sipil (NGO) untuk ikut andil dalam mendorong peran aktif masyarakat serta penguatan kapasitas aparatur desa harus terus diupayakan. Pemerintah desa harus berhati-hati dalam pengelolaan anggaran dan selalu berpegang teguh pada tujuh asas, yakni: asas manfaat, adil, transparansi, akuntabilitas, efektif, efisien, serta pelibatan peran serta masyarakat secara aktif-partisipatif, dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasinya.
Keberadaan UU Desa memiliki filosofi untuk mewujudkan kesejahtaraan rakyat sehingga keadilan menjadi prinsip utama dan pertama. Jangan sampai kebijakan yang seharusnya membawa perubahan ke arah yang lebih baik, malah memunculkan dampak negatif bagi masyarakat. Perebutan peran terhadap pengelolaan aset dan sumber daya lokal semakin memicu munculnya penguasaan oleh kelompok-kelompok mayoritas di masyarakat. Harus diupayakan harmonisasi gerak dan peran yang saling mendukung antara pemerintah desa, pemerintah daerah, masyarakat, NGO, dan berbagai stakeholder terkait lainnya. Harapannya, melalui penerapan UU Desa ini, kesejahteraan masyarakat di tingkat desa akan terwujud, sehingga dapat mendorong bangsa Indonesia menjadi lebih baik lagi ke depannya. (IS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar