Minggu, 23 Mei 2021

Berawal Dari Mimpi, Bu Ning Buat Aneka Jamu, Banyak Orang Jadi Sehat Dan Sembuh


WartaKita.org
– Jangan pernah menyepelekan mimpi. Karena mimpi bisa menjadi “petunjuk hidup” bagi Anda dalam meraih kesuksesan.

Setidaknya, hal ini juga dialami oleh Christiana Triningsih, warga Dukuh Tancep RT 01 RW 06 Nomor 43, Desa Tancep, Kecamatan Ngawen, Kaupaten Gunungkidul.

Karena mimpinya, perempuan yang akrab disapa Bu Ning ini sekarang sukses membuat aneka jamu dari bahan herbal yang diberi nama Jamuning, atau singkatan dari Jamune Bu Ning.

Saat ditemui Wartakita.org di rumahnya pada Sabtu (9/1/2021) pagi, Ning menceritakan, pada Jumat malam di bulan Januari tahun 1997, dia bermimpi ditemui orangtua berjenggot panjang di sebuah lembah, yang di sekitarnya terdapat sebuah villa. Orangtua itu membawa tanaman kunyit dan benalu.

Dalam mimpi itu, Ning meminta tanaman tersebut. Dan ternyata diperbolehkan. Ning kemudian diajak jalan-jalan. Dia diberitahu, bahwa tanaman itu untuk bahan membuat obat-obatan (herbal).

“Saya masih ingat, saat saya bermimpi itu harinya Jumat (malam). Saat itu, saya masih berjualan sembako di Pasar Pencil (Desa Karangasem, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten). Maka, pada Sabtu pagi sebelum saya berangkat ke Pasar Pencil, saya sempat menonton TV. Acaranya Prof Hembing (Wijayakusuma). Kalau tidak salah, acaranya Hidup Sehat Cara Hembing. Isinya mengenai praktek membuat obat dari rempah-rempah,” katanya.

Perempuan kelahiran Desa Kebon, Kecamatan Bayat ini mengatakan, setelah mimpi bertemu dengan orangtua berjenggot panjang tersebut, dia rutin menonton acara Prof Hembing itu. Apa yang disampaikan Prof Hembing itu dia catat, lalu dipraktekkan.

Istri dari Yohanes Daryanto (71) ini lalu mencoba untuk membuat ramuan jamu herbal secara terbatas. Awalnya, jamu itu untuk tetangga di sekitarnya. Untuk dicicipi, sekaligus untuk mengetahui khasiat dari jamu yang dibuatnya. Semacam tester.

Karena dirasa bermanfaat dan memiliki khasiat, maka ibu dari empat ini lalu membuat jamu cair. Jamu itu dijual dalam kemasan botol, dan juga dapat diminum langsung. Saat itu, 1 gelas jamu dia jual Rp100.

Ide dan keinginan untuk membuat jamu itu berkembang terus. Nenek cucu enam ini berkeinginan bisa membuat jamu dalam bentuk serbuk agar lebih awet atau tahan lama, bisa dijual ke mana-mana, bahkan sampai keluar kota dan ke manca negara.

“Saya terus melakukan uji coba (membuat jamu). Sekali, dua kali, tiga kali, nggak jadi. Jamunya belum kering. Masih kempel (menggumpal). Tetapi saya tidak putus asa. Saya belajar dan mencoba terus. Saya juga mengikuti berbagai pelatihan. Karena saya sering mendapat undangan untuk mengikuti pelatihan atau penyuluhan yang diadakan Puskesmas Tancep, Dinas Kesehatan Gunungkidul, dan sebagainya,” ujarnya.

Akhirnya, dia berhasil membuat jamu serbuk (kering) dengan aneka ramuan dan berbagai khasiat. 

Secara kebetulan, saat itu, ada banyak murid SMP dan SMK Negeri Ngawen yang sering pingsan saat mengikuti upacara bendera. Oleh dokter Puskesmas setempat, murid-murid yang sering pingsan saat mengikuti upacara bendera itu disarankan menemui Bu Ning untuk meminta jamu ramuannya. Dan ternyata, anak-anak ini menjadi sehat dan sembuh. Mereka tidak pingsan lagi saat mengikuti upacara bendera.

Jamu buatan Bu Ning ini pun menjadi terkenal melalui informasi dari mulut ke mulut atau gethok tular.

Karenanya, banyak orang yang menderita sakit seperti asam lambung, liver, prostat, stroke, dan lainnya yang lalu membeli jamu buatan wanita yang pernah menjadi perawat di RS Santa Elisabeth Ganjuran, Kabupaten Bantul selama beberapa tahun itu.

“Dari pengakuan mereka yang membeli jamu, mereka menjadi sembuh setelah meminum jamu buatan saya. Tetapi khusus yang sakit stroke, memang harus disertai dengan pijat dan minum jamu. Namun prinsipnya, yang menyembuhkan itu Gusti Allah. Saya ini hanya lantaran (perantara),” ucapnya.

Mantan Guru TK Pertiwi Beluk, Kecamatan Bayat tahun 1983 ini mengatakan, sudah banyak orang yang sembuh setelah meminum jamu buatannya.

“Ada yang punya penyakit kista, setelah minum jamu kunir putih jadi sembuh. Bahkan, ada anak yang menderita kelenjar getah bening, setelah minum jamu kunir putih jadi sembuh, dan tidak jadi operasi,” ungkapnya.

Ibu yang pernah mengasuh anak-anak di Panti Asuhan Sutawijaya Tancep itu mengungkapkan, di masa pandemi Covid-19 ini, pesanan jamu herbal buatannya meningkat. Banyak dokter di Surabaya yang termasuk orang tanpa gejala (OTG), minta dikirim Jamuning.

“Setelah mereka minum jamu jahe merah, ternyata mereka juga sembuh,” tandasnya.

Ning menjelaskan, sampai saat ini, setidaknya Jamuning sudah memproduksi 16 item jamu, yaitu temulawak, temu mangga (kunir putih), kunir (kunyit), kunir asem, kunir sirih, beras kencur, sari bengle, sari jahe, jahe merah, jamu komplit, jamu godhong gedhawung, wedang uwuh (instan), wedang serai, empon-empon (instan), dan empon-empon rempah.

“Kalau pemasarannya sudah sampai ke seluruh Indonesia. Bahkan, sudah sampai ke Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Malaysia, Arab Saudi, dan lainnya. Selain melayani pembelian langsung di rumah, kami juga melalui online dan reseller,” paparnya.

Mantan Guru PAUD Tancep tahun 2007 ini mengemukakan, sekarang, Jamuning mempekerjakan 5 orang perempuan dari warga sekitar. Dulu, di awal pandemi Covid-19, Jamuning sampai melibatkan 15 pekerja. Karena banyak tetangganya yang bekerja merantau di luar daerah terpaksa pulang kampung dan membutuhkan pekerjaan.

Meski begitu, Jamuning tetap menerapkan protokol kesehatan baik untuk pengunjung yang datang maupun karyawannya. Ini dilakukan untuk tetap menjaga higienitas produk Jamuning.

“Ya, kami ingin memberi pekerjaan dan penghasilan kepada tetangga-tetangga di sini. Biar warga di sini tetap bisa menghidupi keluarganya, sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat,” tuturnya.

Wanita berusia 58 tahun ini mengungkapkan, Jamuning sudah mengantongi izin dari Dinas Kesehatan (Dinkes) P-IRT (Produk Industri Rumah Tangga). Jamuning memiliki tagline: natural healthy solution (solusi alami untuk hidup sehat). Produk Jamuning adalah minuman tradisional siap seduh.

“Ke depan, kami ingin membuat wisata jamu herbal, menambah tempat produksi di belakang rumah, dan mengurus sertifikasi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Semoga usaha Jamuning ini bisa terus maju dan berkembang,” harapnya. 

Selama berkiprah di dunia jamu, Ning pernah meraih Juara II Lomba Inovasi Produk Unggulan kerjasama Yayasan Satu Karya Karsa (YSKK) Surakarta The Global Fund for Women dengan Kantor Kecamatan Ngawen pada 21 April 2011 dan Juara II Lomba Meracik Jamu Pekan Flori dan Flora Nasional di Yogyakarta pada 2-8 Oktober 2013.

Atas keberhasilannya itu, Ning sering diminta menjadi narasumber atau instruktur pelatihan membuat jamu herbal. Dia pernah diminta membina 3 kelompok tani di Padukuhan Kelar selama 3 minggu pada tahun 2010, mendampingi umat Paroki Santa Maria Diangkat ke Surga Dalem (Gantiwarno, Klaten) pada tahun 2015, melatih kelompok masyarakat dari 18 desa di Kecamatan Semanu (Gunungkidul) pada tahun 2017, dan sebagainya.

Ternyata, mimpi dirinya yang bertemu dengan orangtua berjenggot panjang itu menjadi kenyataan setelah 10 tahun berlalu. Itu terjadi saat dirinya berziarah di Lembah Karmel, Cikanyere, Cipanas, Keuskupan Bogor. (L Sukamta)

 

Sumber: Wartakita.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar