Kamis, 03 Juni 2021

My Life My Adventure

 Refleksi berproses, belajar, dan berkarya bersama YSKK

 


“Ada dua cara untuk menebarkan cahaya terang; Jadilah nyala lilin atau cermin yang menerima sinarnya.” 

(Edith Watson)

 

Sepenggal Kisah 

Ibu Tina, nama panggilan Ibu Rostina, salah seorang disabilitas tuna daksa (kakinya mengecil, sehingga tidak bisa menopang tubuhnya) sejak kecil diakibatkan karena polio. Dia adalah salah satu perempuan pelaku usaha kecil yang juga penyintas bencana di Desa Tompe, Kecamatan Sirenja, wilayah Pantai Barat Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. 

Meskipun dalam kondisi terbatas, dia tetap berusaha bertahan mengelola warung kecilnya, karena dia adalah satu-satunya pencari nafkah yang menghidupi keponakan dan ibu tirinya (yang sudah lansia). Sebelum bencana dia memakai kursi roda dalam menjalankan aktivitas menjaga kios, tetapi setelah bencana dia harus dibantu oleh keponakannya, karena warungnya sempit dan modelnya telah diubah menjadi panggung. Hal ini sebagai akibat naiknya air laut ke daratan (rob) hingga masuk ke rumah-rumah warga, setiap sore sampai pagi hari. Sehingga, dia tidak bisa lagi untuk memakai kursi roda di warungnya. 

Setelah bencana, warungnya sempat terhenti karena barang dagangannya habis terkena rob. Namun dia memutuskan untuk bangkit lagi karena hanya pekerjaan itu yang bisa dilakukannya. Dan yang menjadi salah satu pendukung usahanya untuk bisa berkembang, adalah adanya bantuan modal usaha dan pendampingan usaha yang diberikan oleh YSKK-AKH Germany-ChildFund International melalui proyek pemulihan awal mata pencaharian perempuan di wilayah PASIGALA (Palu-Sigi-Donggala) pada bulan Maret-Oktober 2019 lalu. 

Dia adalah salah satu sasaran program yang sangat bersemangat. Setiap kegiatan, baik sosialisasi, pelatihan, maupun pertemuan kelompok dia berusaha untuk bisa hadir. Biasanya dia diantar oleh keponakannya dengan dibonceng motor sambil diikatkan kain ke tubuhnya atau diantar oleh tetangganya yang memiliki mobil pickup. Pernah suatu waktu, karena keponakannya harus menjaga warung saat dia ikut pelatihan dan tidak bisa menjemputnya, maka kami (pendamping YSKK) mengantarnya pulang dengan mobil operasional lapangan. 

Kisah ini adalah sepenggal pengalaman di tahun ke-3 saya berproses di YSKK. Sebuah pengalaman yang cukup membekas di benak dan terukir mendalam dalam fragmen kehidupan saya. Masih banyak sekali fragmen-fragmen pengalaman lainnya yang akhirnya ikut berkontribusi dalam membentuk saya menjadi seorang insan yang lebih peduli; peduli dengan ketertinggalan, kesenjangan, kemarjinalan, dan segala bentuk ketidakberuntungan lainnya. Semangat ini begitu selaras dengan prinsip hidup yang selama ini saya pegang, bahwa ‘sebaik-baik manusia adalah yang senantiasa mampu memberikan kemanfaatan kepada orang lain di sekitarnya, dimanapun dia berada, sekecil apapun bentuk kontribusinya’.

Karena hidup adalah sebuah pilihan, dan setiap pilihan menawarkan konsekuensi, proses pembelajaran, serta target capaiannya masing-masing. Maka, saya telah memilih untuk mendedikasikan diri berada di jalan senyap pemberdayaan ini. Memilih untuk berproses, belajar, serta berkarya di YSKK sampai saat ini dan ke depannya, dalam rentang periode kehidupan yang penuh pengalaman berharga.

Stasiun Kenangan (Momentum)

Waktu adalah sebuah stasiun kenangan (momentum) yang kita perlukan sebagai pilar-pilar  kesejarahan  yang  kita  ciptakan, yang dengannya kita menorehkan peran unggulan dan kemanfaatan diri. Tanpa stasiun-stasiun tersebut maka kita tidak akan dikenal, baik sebagai pribadi maupun secara kelembagaan, meski kita telah menghabiskan seluruh usia kehidupan. Pastinya, stasiun kenangan adalah prasasti yang kita torehkan dalam kehidupan ini.

Selama berproses di YSKK, berbagai pengalaman berharga telah saya dapatkan. Pengalaman yang telah membentuk dan mengajarkan kepada saya tentang pentingnya sebuah komitmen dan keseriusan untuk ikut terlibat dalam karya-karya solutif bagai pelbagai permasalahan masyarakat dan bangsa, sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, sekecil apapun. Selama ini pula, banyak sekali proses pembelajaran yang saya dapatkan dari masyarakat dampingan pada saat implementasi program, yang di mana pembelajaran itu tidak pernah saya dapatkan selama berproses di bangku sekolah-kuliah.

Selain itu perjalanan penugasan ke berbagai pelosok wilayah di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri, telah mengajarkan tentang keberagaman kebudayaan manusia yang saling menghiasai dan menguatkan antara satu dengan lainnya. Meskipun terkadang karena ego/hawa nafsu pribadi keberagaman tersebut dijadikan kedok untuk menindas dan menghancurkan sesama. Di samping itu, hubungan antar personal di lingkungan YSKK telah menumbuhkan ikatan emosional yang cukup erat di antara satu dengan yang lainnya. Maka tidak salah, jika kemudian muncul kesepakatan bersama (yang tidak tertulis) bahwa YSKK merupakan sebuah rumah ke dua yang harus dibangun dan dijaga/dilestarikan bersama-sama dari waktu ke waktu.

Bagi saya pribadi, YSKK telah menjelma menjadi ‘kawah candradimuka’ di mana setiap orang yang ada di dalamnya dididik dan ditingkatkan kapasitasnya untuk senantiasa bisa menelurkan karya-karya terbaiknya bagi masyarakat luas. Selain itu, YSKK juga merupakan sebuah miniatur entitas sosial di mana masing-masing personal dituntut untuk selalu berpola pikir ‘tangan di atas’, berusaha semaksimal mungkin memanfaatkan potensi dan sumberdaya pribadi maupun kelembagaan untuk kemanfaatan dan keberdayaan bersama yang lebih luas. Meskipun terkadang secara pribadi, masing-masing staf juga belum bisa mencapai puncak keberdayaannya. Karena semuanya butuh komitmen dan proses yang berkelanjutan. 

Dalam proses 20 tahun (2 dekade) perjalanan ini, semoga YSKK semakin mampu memantapkan momentumnya. Menjadi sebuah lembaga yang diakui karya-karya solutifnya sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat. Mampu mencapai visi-misi lembaga, dengan keselarasan visi pribadi dari setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Sehingga, kesuksesan dan keberkahan akan senantiasa membersamai setiap langkah dan upaya yang akan dilakukan ke depannya. Karena hidup hanya sekali, teruslah bergerak dan menginspirasi!

 

Sukoharjo, 30 April 2021 | 18 Ramadhan 1442 H

Oleh: Iwan 'Mas IS' Setiyoko

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar