Kelor merupakan salah satu tanaman yang bisa menjadi bahan makanan alternatif untuk memperkuat kualitas kesehatan masyarakat, khususnya perempuan dan anak. Manfaat yang bisa diambil adalah dalam upaya pencegahan stunting pada anak dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil. Di Desa Sambirejo tanaman kelor sangat mudah ditemui, meskipun dalam jumlah yang masih terbatas. Awalnya, Kelor banyak digunakan oleh masyarakat sebagai pakan ternak maupun ritual adat, namun sekarang sudah mulai digunakan sebagai bahan pangan alternatif masyarakat yang murah dan menyehatkan.
Jumat, 23 Agustus 2024
Gelamor Bejo, Tingkatkan Kualitas Hidup Perempuan dan Anak
Minggu, 04 Juni 2023
Desa Kepoh Dipilih Sebagai Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak
Desa Kepoh Kecamatan Jati, Blora digarap oleh Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah dan Dinsos P3A Blora. Menyusul
desa tersebut terpilih sebagai Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak
(DRPPA),
Sebagai langkah awal, DP3AP2KB Jateng dan DinsosP3A
Blora dengan fasilitator dari Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) yakni Iwan Setiyoko dan Athuf Hazimah Ramadhani, menggelar
Workshop Need Assesment dan Sumberdaya Lokal selama dua hari (6 - 7
Maret 2023) di desa setempat. Konsep yang diusung di kegiatan itu
adalah konsep pendidikan kritis dan pelatihan keterampilan yang
berorientasi pada proses, serta tahapan yang berkesinambungan.
Selasa, 08 November 2022
Bupati se-Indonesia Apresiasi Program Organisasi Penggerak Pendidikan #BeritaPOP-YSKK #Repost
JAKARTA – Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menyatakan akan memberikan dukungan yang diperlukan untuk pelaksanaan Program Organisasi Penggerak (POP) yang sedang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Program ini dinilai sebagai gotong-royong dan kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Ketua Umum APKASI Abdullah Azwar Anas mengatakan saat ini adalah waktunya mendorong partisipasi masyarakat untuk terlibat lebih jauh dalam prakarsa dan program pendidikan khususnya di masa pandemi COVID-19 yang penuh tantangan.
“Saya kira ini positif jika dikerjakan sesuai rencana yang telah dirancang Kementerian. Tangan pemerintah juga terbatas,” kata Azwar Anas dalam keterangan resmi, Minggu, 14 Maret 2021.
Menurut Bupati Banyuwangi tersebut, pendidikan saat ini menjadi salah satu sektor prioritas di daerah-daerah selain kesehatan dan ekonomi. Oleh karenanya, inisiatif masyarakat harus terus didorong dan dikembangkan, termasuk dengan melibatkan organisasi masyarakat dan keguruan.
PPRBM Solo Bersama NLR Project PADI Serukan Kampanye "We Ring The Bell"
Solider.id, Surakarta - Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 5 ayat (1) ‘Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’. Ayat (2): Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 11 ayat (1) dan (2) ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi’.
Seperti halnya pemenuhan kebutuhan pendidikan pada umumnya, pemenuhan hak pendidikan bagi difabel juga memiliki kendala baik dari sisi regulasi, alokasi anggaran, infrastruktur yang tidak aksesibel, sumber daya pengajar dan dari keluarga sendiri. Kurangnya kesadaran keluarga akan pentingnya pendidikan bagi difabel juga memengaruhi partisipasi anak difabel untuk bersekolah. Orang tua memegang peranan penting dalam keberhasilan pendidikan anak-anaknya dengan mendampingi anak-anak dalam belajar sehingga anak-anak difabel tumbuh kepercayaan dirinya.
Tidak hanya keluarga yang mempunyai peranan penting tetapi masyarakat dan pemerintah juga wajib mendukung anak difabel untuk mendapatkan haknya di bidang pendidikan. Masih tingginya stigma difabel di masyarakat menyebabkan minimnya ruang untuk berkembang dan berpartisipasi. Keberadaan difabel di keluarga maupun masyarakat dianggap tidak mampu dalam melakukan apapun sehingga tidak dibutuhkan pendidikan baik formal maupun informal. Dari sisi stakeholder pun minim dalam memberikan dukungan terhadap difabel di bidang pendidikan, dikarenakan kurangnya pemahaman akan kebutuhan difabel.
Rabu, 10 Agustus 2022
Ini Tantangan Dunia Pendidikan Indonesia!
Eduwara.com, SOLO – Kemajuan pendidikan di Indonesia masih dilingkupi berbagai tantangan, mulai dari angka partisipasi siswa di tingkat prasekolah dan pendidikan tinggi yang masih kurang dari 40 persen hingga kurang memadainya hasil pendidikan dasar dan menengah yang belum bisa direfleksikan sebagai landasan berpikir.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK), Iwan Setiyoko dalam Serial Diskusi Pendidikan Merdeka Belajar: Telaah Kritis Program Sekolah Penggerak, Jumat (29/7/2022). Diskusi yang diselenggarakan Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS) itu diadakan di kantor Yayasan Kepedulian untuk Anak (KAKAK), Purwosari, Solo.
Menurutnya, kurang meratanya infrastruktur sekolah sangat berpengaruh kepada kualitas pendidikan. Di sisi lain, di ranah pendidikan tinggi yang masih juga banyak permasalahan seperti tidak ada sinkronisasi antara kurikulum yang digunakan di pendidikan tinggi dengan kesiapan para lulusannya di dunia kerja.
Masih Terjalkah Jalan Menuju Merdeka Belajar?
Diskusi Pendidikan MPPS Membedah Merdeka Belajar
"Merdeka Belajar bersifat holistik, mentransformasikan demi terwujudnya SDM unggul Indonesia yang memiliki profil pelajar Pancasila yang terdiri dari enam unsur : Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak Mulia, mandiri, bernalar kritis, Berkebhinnekaan Global, Gotong Royong dan Kreatif, dimana esensinya Merdeka Belajar semua berpusat kepada anak dan membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran secara optimal." Iwan Setiyoko
***
Ada nuansa yang tidak biasa pada diskusi yang digelar oleh Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS) yang berlangsung secara luring di Ruang Anawim, Yayasan YAPHI, pada Rabu (27/6) sebab Iwan Setiyoko, Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) yang menjadi narasumber mengajak secara aktif dan partisipatif para peserta diskusi menjawab berbagai pertanyaan terlebih dahulu sebelum diskusi membahas tema pokok yakni tentang Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar.
Beberapa catatan didapat dari para peserta terkait apa itu Merdeka Belajar. Ada yang menjawab bahwa Merdeka Belajar adalah kurikulum yang berpusat pada anak, sekolah gratis (dibayar pemerintah), bebas bertanggung jawab, pembelajaraan sesuai dengan yang diminta, situasi belajar yang menyenangkan, tidak mengekang, memberikan kemerdekaan kepada siswa untuk belajar, guru bisa mencari potensi masing-masing siswa, guru menjadi fasilitator untuk murid belajar, pola pikir guru perlu diubah, lingkungan belajar yang inklusif, mengakomodir kebutuhan setiap murid, pola pikir dan proses pembelajaran yang instan dan Multiple Intelegence Sistem (MIS), serta pembelajaran guru harus menyesuaikan potensi masing-masing anak.
Gotong Royong Memajukan Pendidikan Melalui Program Organisasi Penggerak
GTK – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) menggelar Seminar Nasional Program Organisasi Penggerak (POP) bertema “Gotong Royong Memajukan Pendidikan Melalui Program Organisasi Penggerak” secara hibrida di Jakarta, pada Rabu (22/12/2021). Para peserta seminar yang merupakan perwakilan sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) peserta POP dan telah mengimplementasikan programnya di sejumlah satuan pendidikan hadir dengan protokol kesehatan yang ketat.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril mengapresiasi seluruh organisasi kemasyarakatan yang telah berpartisipasi memperkuat kolaborasi meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan. “Terima kasih kepada para kepala dinas pendidikan dan ormas-ormas yang telah bekerja keras dan bahu-membahu membantu para pendidik dan tenaga kependidikan untuk terus belajar melalui POP,” tutur Dirjen Iwan.
Dirjen Irwan menegaskan, POP sejak awal digagas sebagai gerakan gotong royong pendidikan. “POP mewujudkan budaya dan semangat kolaborasi Merdeka Belajar antara pemerintah dan ormas secara masif melalui berbagai pelatihan dan pendampingan bagi para pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan kualitas peserta didik,” tutur Iwan.