Mas Ismail, aktivis Tuli dari Solo yang bekerja di Sasana
Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel - SIGAB Indonesia sedang membaca
naskah disertasiku, di ruang pustaka Sigab. Saat aku melewatinya, ia
sedang membolak-balik lembar demi lembar. Secara cepat seperti mencari
suatu kalimat penting. Aku membiarkannya.
Begitu aku kembali, ia memberi isyarat agar aku mendekat.
Ia mulai bicara. Ia bilang, “apakah ada cerita soal diskriminasi Tuli di
sini,” ia menunjuk ke naskah tebal itu. Ismail bisa bicara, walaupun
terkadang (sedikit saja) ada kata atau kalimat yang ia sebut kurang aku
pahami. Tapi aku bisa memintanya mengulanginya. Beberapa kali tak apa.
Jika tetap belum jelas.
Aku bilang, “ada”.
Aku menulis sedikit mengenai protes Tuli atas
kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di ruang publik. Ia lalu menyebut
kata “audism” yang dengan yakin, kuyakini jika yang ia maksud sebut
adalah kata ‘autism’.
Kupikir Mas Ismail memang bertanya soal Autism. Lalu
kubilang ada kutulis tapi sangat sedikit. Aku menyebut lembaga bernama
MPATI.
"Tidak!" katanya tegas.
Aku menyerahkan Hpku agar ia tulis ‘kata’ itu di mesin pencari google. Rupanya ia menulis kata audism.
Aku menyerahkan Hpku agar ia tulis ‘kata’ itu di mesin pencari google. Rupanya ia menulis kata audism.
“O audism," ucapku dengan ekspresi mengangguk-angguk.
Aku bilang, "tidak," Aku tidak mengetahui arti kata itu.
Aku bilang, "tidak," Aku tidak mengetahui arti kata itu.